TEWENEWS, Kupang – Kasusu Dugaan Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2010, akan kembali diungkap dan ditelusuri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus senilai Rp 15,5 miliar tersebut, sudah kurang lebih 10 tahun mandek di Kejaksaan Tinggi NTT. Bahkan kasus dugaan korupsi ini, telah dihentikan proses penyelidikannya sebelum naik status penyidikan. Namun KPK akan kembali mempelajari atau bongkar ulang data, dokumen, dan informasi untuk mengungkap dugaan aliran gelap danaBansos tersebut.
“Kita akan teliti kembali kasus dana Bansos itu dan bisa dibuka penyelidikan lagi,” ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di sela-sela Kegiatan Rapat Koordinasi Evaluasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur diKupang, Kamis (21/3).
Kata Saut, kasus tersebut telah ditangani sebelumnya oleh aparat penyidik Kejaksaan Tinggi NTT, sehingga akan diteliti kembali sebelum kasus tersebut dibuka kembali untuk dilakukan penyelidikan oleh KPK. “Kasus ini sudah ditangani sebelumnya. Jadi kita perlu lihat lagi untuk dibuka kembali,” kata Saut.
Berdasarkan data yang dihimpun, Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT telah menyatakan kasus dugaan penyelewengan Dana Bansos 2010, tidak memenuhi unsur pidana. Selain itu telah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) terhadap kasus tersebut.
Dugaan Dana Bansos Mengalir juga ke 55 Anggota DPRD NTT ada sebanyak 55 anggota DPRD NTT periode 2009-2014 diduga kuat ikut keciprat aliran dana bansos tersebut. Informasi data yang didapat fajartimor menyebutkan, sebesar Rp 17, 4 miliar, disebutkan sebagai Belanja Bantuan Sosial Organisasi Kemasyarakatan yang juga merupakan bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintah dan kemasyarakatan.
Dalam perjalanannya pada periode Oktober-Desember tahun 2010 dari sebesar Rp 17, 4 miliar tersebut telah direalisasikan sebesar Rp 6.679.035.400.00. Hal lainnya, 55 anggota DPRD Provinsi NTT saat itu mendapat aliran dana bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintah dan kemasyarakatan yang didapat dari pemerintah provinsi dalam rangka bantuan kemasyarakatan sebesar Rp 1.420.000.000.
Selain itu ada juga pencairan dana bansos dengan nomenklatur Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 4.086.500.000 yang dikeluarkan dari Bendahara Biro Keuangan dan diberikan kepada pihak internal eksekutif provinsi Nusa Tenggara Timur. Belakangan juga terkuak ada transaksi mencurigakan yang bersumber dari dana bansos sebesar Rp 2.666.500.000.
Dititik ini demi pengungkapan kasusnya, menurut pendapat Ketua Kompak NTT, cara yang bisa dilakukan yakni meminta pertanggungjawab Banggar juga 55 anggota DPRD. “Kasus ini hanya bisa terbuka dan tuntas penyelesaiannya jika 55 anggota DPRD NTT periode 2009-2014 wajib diambil keterangannya oleh KPK RI, termasuk yang paling penting adalah Ketua Banggar saat itu, minus yang sudah almarhum”, tandas Gabriel.(Beres)