TEWENEWS, Tamiang Layang – Program pemberdayaan ternak ayam petelor, sedang di jalankan hampir seluruh desa yang ada di kabupaten Barito Timur (Bartim) provinsi Kalimantan Tengah dinilai program yang aneh.
Hal itu diungkapkan Yandi, Pemerhati Kebijakan Publik di Bartim saat diwawancarai wartawan, Kamis (02/07/2020).
“Dari 101 desa yang ada di Bartim, semuanya menjalankan program ternak anak ayam petelor, ada hal yang aneh dan lucu” ucap Yandi.
Jelas ada yang aneh, karena programnya kok bisa sama, padahal setiap wilayah atau desa tidak sama, ada desa nelayan, ada juga desa perkebunan seperti rotan dan karet,” ada desa yang banyak pengrajin home industri ucapnya.
Ditambahkannya, ini jelas kebijakan yang lucu, karena anggaran untuk program ayam petelor tersebut bersumber dari Dana Desa atau pemerintah pusat.
Kalau sumbernya dari Dana Desa saya nilai ini adalah kebijakan yang lucu, karena desa yang ini dan desa lainya beda, tidak sama, tambahnya.
“Saya tidak percaya ini, hampir atau semua desa bisa seragam mempunyai program yang sama program ayam petelor”, tuturnya.
Padahal, ujar Yandi, semua desa berbeda. Sebagai contoh, kalau memang ada desa nelayan, kenapa tidak dipotensialkan lebih ke perikanan, kearah spesifikasi keahlian mereka.
Diawal-awal dulu saya belum mendengar ada program ini ataukah ini program perubahan. Sebaiknya Pemkab jangan merubah program yang sudah ditentukan oleh Desa karena berdampak menghambat pembangunan.
Kenapa demikian, karena jelas menyusun rencana dari awal lagi, dan tidak mudah, melakukan perubahan APBDES lagi, menandatangani Fakta Integritas lagi, belum lagi nanti minta rekom ke Camat untuk bisa pencairannya. Coba, berapa lama tertunda pembangunan 101 desa karena kebijakan ini.
“Sebaiknya Pemkab jangan terlalu jauh masuk ke dapur otonomi desa, Ini jelas lucu, ini otonomi desa, artinya sesuaikan dengan keadaan alam desanya, keadaan mata pencarian masyarakatnya. Jangan sampai program seperti ini menghambat keahlian spesifikasi mereka yang sudah ada”, papar Yandi.
Jangan sampai keahlian mereka dipaksakan beralih fungsi, karena sebagai tambahan hasil, biasanya untuk ibu – ibu rumah tangga itu ada istilahnya ketahanan pangan sekarang cukup memanfaatkan pekarangan, tapi desa yang fotensial untuk beternak, ya harus dikembangkan, tapi bukan program semua desa seperti ditentukan seperti ini, kasian kalau didikte semuanya.
“Akhirnya orang yang tidak berminat harus dipaksa menjalaninya. Tentu kita nilai ini ada resiko gagal, karena tidak semua orang bisa beternak. Kita tidak bisa memaksakan kamu harus beternak gitu”, pungkasnya. (Ahmad Fahrizali).
