TEWENEWS, NTT – Perjalanan hidup seseorang memang sulit ditebak, tetapi Tuhan memiliki rencana indah untuk perjalanan hidup setiap anak manusia yang diciptakan-Nya. Ini pula yang terjadi dengan perjalanan hidup Simon Nahak. Lahir dari keluarga kurang mampu di Belu, 13 Juni 1964 silam, Simon Nahak, anak sulung dari sembilan bersaudara, melewati masa kecil yang cukup sulit.
Mimpi untuk mengejar ilmu hingga perguruan tinggi, sepertinya tak pernah singgah di benak Simon Nahak. Sebab seperti anak sulung lainnya di Nusa Tenggara Timur, Simon Nahak lebih banyak menghabiskan waktu membantu ayahnya, Marselinus Taek, dan ibunya Bernadeta Hoar di ladang, dirumah ia pun mengurus adik-adiknya.
Walau begitu Simon Nahak, mampu menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Desa Weoe, tahun 1977. Setelah lulus SD, Simon Nahak tak langsung melanjutkan pendidikan. Sekitar beberapa tahun ia harus bergumul dengan ladang dan ternak, membantu orang tuanya.
Di tengah harapan melanjutkan pendidikan yang nyaris pupus, Simon Nahak memutuskan meninggalkan orang tuanya dan mendaftar masuk SMP St Fransicus Xaverius Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), tahun 1981. Pada tahun 1984, Simon Nahak kecil menyelesaikan pendidikan di SMP.
Selanjutnya, Simon Nahak mencoba merantau ke Kota Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sana, “anak kampung” ini mendaftar di SMU Katolik Giovani Kupang.
Sayangnya, atas permintaan ibu kandungnya, Simon Nahak kemudian pindah kembali ke daerah asalnya dan melanjutkan pendidikan di SMU Sinar Pancasila Betun, Malaka.
Sosok Simon Nahak dikenal cerdas oleh rekan-rekan seangkatan. Bahkan para gurunya, selalu memberikan support agar kelak Simon Nahak dapat menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin.
Tak hanya itu, simon juga selalu responsif membantu teman sekolahnya di saat mereka membutuhkan bantuan tanpa pamrih. Maklum, ia terbiasa melakukan banyak hal di rumah, terutama dalam membantu adik-adiknya.
Tamat SMU tahun 1987, Simon Nahak, memilih hijrah ke Pulau Dewata. Ia kemudian mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Warmadewa Denpasar.
Menempuh pendidikan di perguruan tinggi, seperti mimpi bagi anak petani ini. Namun berbekal semangat dan keuletannya, Simon Nahak tampil sebagai pribadi yang cerdas.
Bahkan karena kepintarannya, Simon Nahak diangkat menjadi Asisten Dosen pada Semester V di Kampus Universitas Warmadewa, sambil menyelesaikan pendidikan strata satu (S1). Tak salah jika akhirnya, Simon Nahak lulus tahun 1992 dengan menyandang predikat Cumlaude.
Setelah tamat, Simon Nahak terus mengabdi di almamater tercinta. ‘Sambil menyelam minum air’, pria bersahaja ini mencoba terjun ke dunia advokat, hingga namanya dikenal luas masyarakat Bali.
Selama karier advokat, Simon Nahak tak hanya menangani perkara yang menimpa orang Indonesia. Namun sejumlah warga negara asing yang terjerat hukum di Bali, juga menggunakan jasanya sebagai kuasa hukum.
Berbekal jerih payah sebagai dosen dan advokat, Simon Nahak melanjutkan pendidikan ke Magister Hukum Universitas Udayana (Unud) Bali, tahun 2001 hingga 2004.
Seolah tak puas dengan capaian yang ada, Simon Nahak memilih Universitas Brawijaya Malang untuk mengejar gelar Doktor Hukum Pidana pada tahun 2010. Ia pun tamat dengan predikat Cumlaude pada tahun 2014.
Nama Simon Nahak semakin berkibar, bahkan tercatat sebagai pengacara yang populer di Pulau Dewata. Ia bahkan pernah duduk di DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bali Nusa Tenggara (2010-2015) dan Ketua AAI Kota Denpasar (2014-2019). Simon Nahak juga duduk sebagai Ketua Dewan Pakar PERADI Kota Denpasar (2015-2018).
Meskipun terkenal sebagai lawyer dan sudah bergelar Doktor, Simon Nahak tak meninggalkan almamaternya, Universitas Warmadewa. Simon Nahak masih terus menjadi dosen di kampus ini hingga akhirnya diangkat menjadi Ketua Program Studi Magister Hukum, tahun 2015 hingga sekarang.
Meski sudah menyandang gelar Doktor, bahkan masuk daftar advokat kawakan di Bali, namun Simon Nahak tak pongah. Seperti padi, semakin berisi ia malah semakin merunduk.
“Saya ini bukan siapa – siapa. Saya anak petani yang bahkan tidak tahu baca. Tetapi saya selalu ingat pesan orang tua kandung saya: ‘Anda kalau ingin menjadi orang yang bisa hidup dan bersaing, hanya dengan pendidikan. Bagaimana Anda sekolah bayar sendiri sampai S1 atau S3’. Pesan ini saya selalu ingat dan laksanakan,” tutur Simon Nahak.
Selain karena pesan orang tua, Simon Nahak sukses meraih gelar Doktor karena niat dan kemauan yang tinggi untuk menjadi manusia yang berguna bagi banyak orang.
“Sebetulnya motivasi saya, hanya ingin jadi manusia berguna. Jadilah terang bagi sesama. Saya sekolah sampai selesai, juga karena perintah Konstitusi. Saya ingin cerdaskan kehidupan bangsa, maka saya harus cerdas. Jadi saya berangkat dari kampung dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalau mau cerdaskan orang, maka cerdaskan dulu diri sendiri,” pungkas Simon Nahak, yang kini ingin membangun kampung halaman dengan bertarung sebagai calon anggota DPR RI Dapil NTT 2 dari Partai Perindo.(Cheldy)