Umat Kaharingan Tuntut PT Indexim Utama Atas Pengrusakan Hutan Sakral

oleh -409 views

TEWENEWS, Muara Teweh – Pengrusakan wilayah yang di sakralkan Gunung Pi-Yuyan, oleh PT. Idexim Utama di Desa Mea, Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah, Perwakilan Umat Kaharingan melaksanakan Ritual Hompong Pali Mara atau penutupan terhadap kegiatan operasional PT.Indexsim Utama.

Diantara beberapa perwakilan umat Kaharingan yang memenuhi undangan, tidak nampak pihak pemerintahan atau yang mewakili, padahal sebelumnya sudah diedarkan surat undangan tertulis.

Kegiatan tersebut hanya dihadiri oleh beberapa orang anggota kepolisian yang dipimpin lansung oleh Ipda Kuslan selaku Kapolsek Kecamatan Gunung Purei dan satu orang anggota Babinsa dari koramil setempat.

” Kami dari pihak kepolisian hadir hanya selaku keamanan, kami tidak ada hak untuk ikut berbicara selain dari pengamanan, paling hanya untuk memediasi agar masalah bisa secepatnya diselesaikan kata,” Ipda Kuslan.

Pelaksanaan Apel dan Ritual dipimpin oleh Ketua Maki, Sukarni selaku perwakilan umat Kaharingan dari Kabupaten Barito Utara dan Jurmain, perwakilan dari Kabupaten Barito Selatan, selain itu dihadiri juga beberapa orang perwakikan dari Palangka Raya dan wilayah Kahayan.

Sukarni, menjelaskan, kegiatan di mulai dengan upacara peringatan HUT RI ke 75. Kami mengibarkan Empat macam bendera, pertama bendera Merah Putih sebagai lambang kemerdekaan NKRI, dan kita harus tunduk dan patuh didalam Kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan terdahulu.

” Kerena jasa para pejuang sehingga wilayah sakral gunung Piyuyan dapat terjaga, ke dua bendera Merah, Kuning, Biru,adalah Bendera Dayak Besar’ kerna juga dayak borneo atau pulau kalimantan ini sudah merdeka bersama-sama dengan kemerdekaan NKRI, Bendera ke Tiga yang Berwarna Hitam Putih, ini adalah bendera lambang Kaharingan, kerna Kaharingan adalah Agama dan kepercayaan leluhur bagi suku dayak terutama umat Kaharingan, adapun bendera hitam dan putih lainya ini adalah bendera ritual yang melambangkan kehidupan dan kematian bagi umat kaharingan,” papar Sukarni.

Ia menambahkan setelah terpasang Hompong Pali ini, bagi kami umat Kaharingan tidak adalagi kata-kata pembukaan oleh siapapun, sekalipun terbuka secara kasat mata oleh oknum perusak’ kecuali masalah sudah klir dari Empat jenis tuntutan (Bertahap), akibat kerusakan Wilayah Sakral Gunung Piyuyan.

” Adapun dengan hanya beberapa orang perwakilan yang hadir hari ini,memang karena kami batasi,untuk utasan masing masing daerah nya saja. terkait dengan undangan dan seruan aksi itu adalah sebagai syarat agar semua umat dan tokoh kaharingan Se-Dunia mengetahuinya, bahwa saya dan beberapa perwakili umat kaharingan daari daerah terdekat saja yang mewakili,melakukan upacara penutupan, kecuali saya tidak ditanggapi maka saya pasti lepas tangan dan menyerahkan kewenangan kepada semua umat Kaharingan masing-masing.” ucap Sukarni.

Sementara itu, Jurmain selaku perwakilan dan juga selaku Dewan Adat Dayak (DAD) Desa Ngurit, Kecamatan Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, ditempat yang sama setelah bersama-sama memimpin Upacara dan Ritual, dia menjelaskan, Gunung Piyuyan adalah kaki Gunung Lumut, yang diketahui adalah palang pintu terahir untuk masuk kesurga bagi leluhur umat kaharingan, disanalah tempat suci bagi arwah (Liau) nenek moyang kami terdahulu yang kami ketahui mereka juga adalah pejuang-pejuang NKRI, oleh kerna itu kita wajib melindunginya. turun-temurun umat kaharingan sangat menghargai dan menghormati, wilayah sakral yg sudah berabad-abat dilindungi.

” Kami melakukan ritual, bersama-sama meminta kepada Dewa Kalilungan, Aning Kalilio, Ju’us Tuha Alah Ta’ala, bahwa bagi siapapun yang membuka Hompong Pali Mara yang telah terpasang, tampa seijin, kama siapapun’ akan terkena sumpah, dan agar para arwah terdahulu membawanya kepada kematian bersama-sama dengan Roh Leluhur Nenek moyang kami terdahulu bahkan anak keturunan merekapun mendapatkan siksa dunia ahirat, kerna memang begitulah sumpah dan kepercayaan Kaharingan,” kata Jurmain.

Dia juga menambahkan dalam bercerita, sebetulnya Hukum Adat Dayak terdahulu adalah, Bagi siapa pelaku penjual utus, Perusak utus, yang terbukti berhianat terhadap utus.
Dengan mengajukan tuntutan hanya untuk memperkaya diri,Hukum Adatnya seseorang manusia tersebut dijadikan ganti hewan korban untuk di Blontang pada petugur dan di ritualkan bersama-sama.

Ditempat berbeda, usai memimpin Rapat dukungan terhadap Perwakilan Umat Kaharingan yang diutus untuk menutup dan menuntut PT. Indexim Utama, Bulat selaku Ketua Adat Desa Tongka, menyampaikan, tetap mendukung upaya tuntutan warga masyarakat desa Mea.

Asalkan tuntutan mereka sesuai dan sewajarnya kerna mereka yang memiliki kewenangan wilayah desa, sekalipun kami selaku desa yang berbatasan tidak pernah diundang dan diberitahukan dalam sidang tuntutan.

Tetapi kami ucap Bulat, tidak mendukung jika tuntutan desa Mea tersebut hanya untuk memperkaya diri atau yang disebut penjual Utus, selain itu kami masyarakat desa Tongka juga sangat mendukung upaya tuntutan yang sekarang mewakili umat Kaharingan Se-Dunia.

” Kerna Gunung Lumut gunung piyuyan dimiliki oleh orang banyak, tidak pernah orang melakukan upacara ritual kematian dari berbagai daerah dan wilayah menunggu izin dari tokoh-tokoh masyarakat di desa Mea terlebih dahulu baru boleh melaksanakan rukun kematian, tetapi apapun bentuknya mereka kuasa wilayah, jadi wajar semua harus diakui tuntutanya,” tutup Bulat.(Yurin)